Sabtu, 26 Maret 2016

To All The Boys I've Loved Before by Jenny Han [review]

Title: To All The Boys I've Loved Before (#1)
Author: Jenny Han
Language: English (audiobook version)
First published: 2014
Genre: Young Adult, Contemporary, Romance
My rating: 5/5
(sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia)

"If love is like a possession, maybe my letters are like my exorcisms. My letters set me free. Or at least they're supposed to."
Lara Jean Song Covey menyebut dirinya sendiri beserta kakak perempuannya Margo dan adik perempuannya Kitty sebagai "The Song Girls". Mereka semua memiliki nama tengah yang sama "Song" yang merupakan nama keluarga ibunya yang memiliki garis keturunan Korea. Tidak seperti halnya kakak beradik lain pada umumnya, The Song Girls sangat dekat satu sama lain sejak kematian ibu mereka beberapa tahun yang lalu.

Lara Jean yang berusia 16 tahun memiliki sebuah kotak topi vintage pemberian ibunya yang berisi hartanya yang paling berharga dan paling rahasia: surat-surat yang ditulisnya untuk setiap cowok yang pernah dicintainya termasuk cowok super-ganteng-super-populer yang di kelas tujuh mencuri ciuman pertamanya, cowok yang ditemuinya di perkemahan musim panas beberapa tahun lalu, dan mantan pacar kakaknya yang sekaligus juga sahabat dan tetangganya.

Segalanya berawal sejak secara misterius, surat-surat yang ditulisnya terkirim ke semua cowok yang disebut tadi. Tentu saja Lara Jean sangat malu ketika bahkan Peter (yang merupakan idola para cewek dan baru saja putus dari pacarnya) menanyainya tentang hal ini. Apalagi Josh, mantan pacar kakaknya. Rasa malunya membuatnya melakukan tindakan impulsif yang menyeretnya keluar dari dunia fantasinya yang indah...dan menghadapi kenyataan.

I LOVE THIS BOOK...!!!!!

Mungkin teman-teman tahu bahwa saya BUKAN penggemar romance. Apalagi YA romance. Bayangkan betapa terkejutnya saya ketika saya mendapati buku ini sangat W.O.W dan membuat saya terkikik sendiri di sana-sini. Padahal saya mendengarkan versi audiobooknya, yang meskipun sangat bagus dinarasikan, tapi membuat saya jengkel karena saya harus berhenti setiap kira-kira satu jam sekali. Kalau tidak begitu, rasanya panas kuping saya ini disumpal earphone terus-menerus, padahal sebenarnya saya penasaran banget pengen nerusin lagi dan lagi.

Namun seperti segala hal di dunia ini (eaaakk), novel inipun punya kelebihan dan kekurangan; the good and the bad. Jadi mulai dari yang bagus-bagus dulu yaaa....inilah alasan saya sampai kesengsem berat sama novel yang diluar genre favorit saya ini:


  • Plot yang unik. Plot unik yang menceritakan tentang surat-surat yang tidak sengaja terkirim untuk para cowok ini baru pertama kali saya temui di sebuah novel. Tidak klise. Alur ceritanya juga tidak mudah ditebak, bahkan ketika membaca sampai sudah lebih dari separo pun saya masih tidak bisa menebak si penulis akan membuat si tokoh utama berakhir dengan cowok yang mana. Ditambah twist kecil di sana sini yang sangat menghibur, tetap mengandung suspense tapi entah kenapa tetap bisa berkesan 'cute'. Rasanya hampir tiap bab nya mengundang pembaca untuk ber-"aaaaw".
  • Karakter atau penokohan yang kuat, terutama penggambaran karakter para gadis Song. Tokoh utama tidak diceritakan sebagai tokoh yang 'terlalu cantik' atau 'terlalu pintar' atau 'terlalu tidak populer' seperti kebanyakan novel YA lainnya. Penggambaran karakter para cowoknya juga tidak berlebihan dan sempurna, membuat para tokoh terlihat sangat bulat dan nyata. Pokoknya tidak ada kata selain "sempurna" untuk penokohan novel ini.
  • Nyata. Maksud saya dengan "nyata" di sini adalah penggambaran kehidupan keluarga yang sangat nyata. Novel YA pada umumnya terlalu melebih-lebihkan background tokoh utama dengan menambahkan tokoh "ayah yang jahat" atau "ibu yang sakit" atau "perceraian yang bermasalah sehingga membuat si anak depresi berlebihan". Tapi background keluarga yang digambarkan oleh si penulis sangat bagus, tidak "lebay" seperti kebanyakan novel YA lainnya. Pas dan apik.
Daaan....., terlepas dari semua kelebihan yang saya sebutkan di atas, saya mencatat ada dua hal yang bagi saya agak kurang pas:
  • Penggunaan kata "love" yang kesannya sangat gampang terjadi di berbagai situasi. Ini diperjelas dengan narasi si tokoh utama (karena memang diceritakan dari sudut pandang orang pertama) yang seolah-olah melempar kata "love" sembarangan untuk menjelaskan relationship semua orang. Mungkin memang biar pas sama judulnya ya, soalnya kalau pakai kata "like" memang kesannya kurang mantap. Ngoahahahahaaa...
  • Reaksi klise Lara Jean setelah konflik utama terjadi dimana dia harus menghadapi gosip yang beredar bahwa Dia dan Peter...er....oke, cukup, takut spoiler. Intinya reaksi si tokoh utama saat adegan klimaks buku ini justru SANGAT KLISE. Saya sampai mengerutkan dahi pada bagian ini, karena so far...novel ini berhasil menghindari adegan klise, tapi, well,...nothing is perfect kan. Untunglah adegan klise ini tidak berlangsung lama, dan novel ini kembali menemukan ritme uniknya.
Sebenarnya kalau boleh jujur saya memberi 4,7 bintang untuk buku ini. Tapi karena di goodreads tidak berlaku angka desimal kecuali buat average rating, jadi saya bulatkan ke atas. Ahhh, pokoknya saya suka banget lah sama novel ini. Apalagi adegan Halloween dengan banyak referensi ke Harry Potter, just ooowwww.....I love it. 

Dan satu lagi yang saya suka dari novel ini adalah nama si tokoh utama: Lara Jean. Entah kenapa suka banget sama nama ini. Tapi saya memang penggemar nama dengan dua kata sih...semacam Mary Jane, Mary Margareth, Ann Claire, James Olliver atau Don Allen...yah, semacam itulah. Meski nggak bisa mbayangin 'double name' diterapkan di Indonesia sih. Contoh 'Mawar Merah' atau 'Langit Senja' atau 'Bayu Harjo', pasti panggilannya jadi cuma satu kata atau malah satu suku kata saja macam 'Jo' atau 'Ngit', wkwkwk.

Nah, saya yang tidak suka romance saja sampai suka banget lho, sama novel ini...apalagi bagi yang suka romance, sangat rekomended pokoknya. See you in the next post ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...